Judul: Mariposa
Pengarang: Luluk HF
Penerbit: Coconut Books
Blurb: 「Untuk mencintai kamu, aku hanya butuh waktu satu detik. Untuk mendapatkan cinta kamu? Aku butuh berapa juta detik?
Ini kisah tentang Acha, memiliki nama panjang Natasha Kay Loovi. Gadis ajaib berparas cantik seperti bidadari. Ini juga kisah tentang Iqbal. Jangan tanya nama panjangnya siapa, nanti kalian jatuh cinta. Pria berhati dingin dengan hidup monotonnya.
Bercerita tentang perjuangan Acha untuk mendapatkan cinta seorang Iqbal. Acha tak pernah gentar meruntuhkan dingin dan kokohnya tembok pertahanan hati Iqbal yang belum pernah disinggahi perempuan mana pun.
Sikap dingin dan penolakan Iqbal berkali-kali tak membuat Acha menyerah. Bagi Acha, selama Iqbal masih berwujud manusia, selama Iqbal tidak berubah menjadi sapi terbang, Acha akan terus berjuang.
Siapkan hati yang mandiri untuk membaca cerita ini. Hati-hati jantung Anda, mohon selalu dijaga. Serangan baper akan terus menyerang tanpa henti.
Kisah romantis komedi remaja yang siap memanjakan hari indah Anda semua. Jangan lupa selalu bahagia.
Dari Mariposa untuk semua pembaca tercinta.」
*pegel tanganku ngetik blurb-nya panjang amat*
Nah, karena berhubung buku ini bukan punyaku, melainkan punya perpus sekolah dan mesti dikembalikan besok, jadi lebih baik ku-review sekarang aja.
Kebetulan aku udah selesai baca, dan satu kalimat yang bisa aku bilang kepada kalian semua:
AKU JATUH CINTA PADA KARAKTER IQBAL!
Bye.
🤣🤣🤣🤣👌
Jujur, dari awal sampe akhir, aku paling suka karakternya Iqbal. Apakah karena karakternya yang dingin di luar tapi lumer di dalam? Apakah karena kegantengannya? Atau apakah karena dia diem2 bisa romantis juga? Hmmm, ntahlah. Tapi tiap kali aku membuka lembaran berikutnya, rasa cinta ini makin numpuk. Diriku ini gak bisa berhenti senyum2 sendiri.
Oke, mari kita review dulu bagaimana novel “Mariposa” ini.
Sejujurnya, setelah sekian lama aku menunggu, akhirnya datang juga genre teenfict yang sesuai seleraku. Yang jadi juara pertama masih dipegang oleh “Dear Nathan” karya Erisca Febriani, karena diksinya yang enak dan nyambung, serta pembawaannya berasa gak baca novel teenfict. Yang kedua dipegang oleh “Ikigai” karya Kadachune di wattpad, karena entah kenapa berhasil nyambung dengan hatiku //ea
Dan yang ketiga, adalah novel “Mariposa”. Selamaaat 👏👏👏👏 *tepuk tangan keras2*
Di novel “Mariposa” ini, aku menemukan tiga kata yang rada aneh buatku. Yaitu yang pertama adalah “tau”, kemudian “liat”, dan “jomlo”. Because…. yang biasa aku pakai adalah “tahu”, “lihat”, dan “jomblo”. Tapi setelah aku cek lagi, yang bener adalaaah….
Iya, itu doang yg bener. Yang lainnya salah. Karena “liat” artinya…..
Dan “tau” di KBBI memang ada tulisan begini….
Emang sih, ada tulisan “tahu”, tapi kita semua tahu kan, yang dimaksud bukan makanan tahu? Toh, aku pernah dikasih tahu sama temenku kalo yg baku itu “tahu”, bukan “tau”.
Tuh☝️☝️☝️☝️
Jadi tiap kali ngelihat kata2 “liat” dan “tau” rada gimanaaa gitu. Itu kalo kasusnya digunakan dalam konteks seperti “liat makanan jadi ngiler” atau “aku tau kok”. Kalo nulisnya buat “tanah liat” mah, aku gk masalah //karena emang gitu tulisannya
Ya I know sih ya, biasanya kita kalo nge-chat atau pokoknya nulis secara non-formal pasti bakal bodo amat sama yang namanya kata baku. Lihat jadi liat, tahu jadi tau, ah apa pun itu pokoknya terjang aja. Sabodo teuing kita mah ya. Tapi ini novel, dan novel butuh kata2 baku. Oke, kalo kasusnya lagi ngasih tahu adegan percakapan antar tokoh lewat WA, Line, DM Ig, atau SMS mah, sebenarnya sah2 aja buat pake kata “liat”, “tau”, dsb. Karena kata temenku, hal2 seperti itu justru dapat meningkatkan feel bahwa yg nulis teks-nya itu bukan kita, melainkan karakter kita.
Inget ya, cuma buat adegan percakapan lewat sosmed atau apalah itu, ya!!
Kalau buat percakapan aktif, kalimat aktif, dan narasi, wajib pakai kata baku.
//maaf, Mochi emang suka bawel kalo masalah beginian
Sepertinya untuk masalah perbendaharaan kata cuma itu aja yang mengganggu. Selain itu alhamdulillah gk ada.
Cuma nemu dua atau tiga penggunaan kata “di” yg salah 🙂
Maaf, Mochi rada lupa halaman berapa, tapi pokoknya ada yg salah soal penggunaan kata “di” yg menunjukkan lokasi dan suka ketuker sama penggunaan kata “di” yg gunanya buat memperjelas. Contohnya kayak gini: [dimobil] atau [di lihat]. Tuh, contohnya begitu. Untungnya cuma ketemu dua atau tiga aja, gk lebih.
Terus sempet ngelihat beberapa kata yang typo. Untungnya gk banyak, karena kalo banyak ntar aku ngamuk //jdorrrr
Ada beberapa hal lagi yang bikin Mochi suka dari novel “Mariposa”. Satu, Kak Luluk pakai POV orang ketiga, which means itu adalah jenis narasi yang aku sukai. Bukan berarti aku gk suka jenis narasi POV orang kesatu, tapi emang aku lebih suka POV orang ketiga.
Dua, ceritanya gak muluk2 amat. Konfliknya juga gak ruwet kek kabel mumet. Ceritanya bukan soal egoisme, tapi tentang cara Iqbal dan Acha buat menyelesaikan masalah. Mereka ngomong, nyelesaiin masalah, minta maaf, gak besar2in masalah, selesai. Beneran gak kayak di beberapa novel lain yg konfliknya cuma “cemburu, egois, salah paham, bertengkar, ogah minta maaf, masih berstatus pacaran atau udah putus pun wallahualam tapi masing2 malah jalan sama yang lain, terus akhirnya pengen balikan, tapi malah salah satunya minta putus secara sepihak.”
Oh, hal nomor 2 hanya akan berlaku buat versi novel fisik ya. Kalo novel onlen (yg masih ada di wattpad), seingetku konfliknya masih kayak novel teenfict kebanyakan. Acha jadi model, Iqbal ngilang entah ke mana kayak Bang Toyib yg kagak pulang2, dan Acha minta putus sepihak tanpa mau dengerin penjelasan Iqbal. Baiklah 🙂
Untungnya, di novel fisik tidak seperti itu. Karena kalo konfliknya begitu, aku bakal gk bisa (dan gk akan pernah bisa) buat jatuh cinta dengan novel “Mariposa”.
Tiga, narasinya pas untuk ukuran genre teenfict. Lebih menyorot perasaan karakter2nya ketimbang menceritakan detail lokasi. Kayak misalnya, pas Acha dan Iqbal main nyelonong wae ke gedung kantor milik ortunya Glen. Di situ, Kak Luluk lebih memilih untuk memberi tahu perasaan Acha yang gugup dilihatin banyak orang, atau bingung ini ada di mana. Ketimbang nyeritain secara detail gimana gedungnya, tingginya seberapa tinggi, orang2 kantornya gimana penampilannya, isinya gimana, dan lain-lain. Tapi it’s okay, apa yang Kak Luluk ceritakan sudah terasa pas. Kalo waktunya ganti lokasi, ya Kak Luluk bakal nyeritain atau setidaknya ngasih tahu mereka ada di mana. Gak kayak novel sebelah yang isinya kebanyakan quotes sehingga tiba2 para karakternya udah transport ke tempat lain.
Bukan berarti novel “Mariposa” itu gk ada quotes. Ada sih, walaupun gk banyak2 amat. Tapi setidaknya gak mengganggu jalan cerita dan bagi kalian yg suka quotes bisa tetap jepret2 quotes sana-sini, kok.
Empat, cara Kak Luluk menghidupkan karakter2nya terasa nyata dan mengalir. Iqbal dengan sifatnya yang dingin di luar dan lumer di dalam, Acha dengan sifat manja dan tukang putri, Amanda yang peduli dan bermulut pedas, serta Glen yang otaknya gak pernah bener. Beneran, mereka terasa nyata dan Mochi sendiri ngerasa sedang berinteraksi sama mereka alih2 nonton atau baca doang. Tapi jujur aja, aku paling kasihan sama si Juna. Muncul itungan jari, sekalinya muncul pasti cuma buat adegan biar Iqbal-nya cemburu. Kasihan sekali nasibmu, Nak
Terus, di awal2 tuh si Juna pernah bilang ke Acha, kalo Iqbal bikin Acha nangis, dia bakal ngerebut Acha. Lah, Acha udah nangis beberapa kali gegara Iqbal, tapi Juna kagak muncul2 juga. Noh, Jun, orang yg kau kata bakal kau rebut kalo nangis lagi gegara pacarnya sekarang udah baikan lagi sama pacarnya.
Telat U :(((
Nah, seperti di blurb, Kak Luluk udah ngasih tahu kalo bakal ada genre komedinya. Komedi yang disisipkan lumayan banyak, cukup banyak buat bikin sakit perut karena ketawa. Yg gimana pun keadaannya, kebanyakan pasti si Glen yg mulai. Dia beneran pencair suasana 👌👌
Aku juga suka gimana Kak Luluk bisa konsisten dengan karakter para tokoh. Acha, yang suka sapi, selalu aja ngerengek minta boneka sapi. Dia juga polos, kekanak-kanakan, dan tingkahnya ajaib. Dari awal emang begitu si Acha, diceritakan seperti itu. Tapi bukan berarti gak ada chara development ya!!
Tapi yang paling kerasa chara development-nya adalah Iqbal. Yang awalnya kesel sama Acha, lama2 mulai suka sama Acha. Yang tadinya gk terlalu terbuka sama Acha, akhirnya mulai terbuka. Dan please, cara Iqbal memperlakukan Acha itu bener2 bikin hatiku meleleh!!! *nosebleed*
Mau cium punggung tangan aja minta izin dulu ke Acha. Apalagi cium kening!! Kenapa gak cium bibir aja, Bal //Mochi auto digeprek //belum sah, hey!
Bahkan nih ya, cara Iqbal menghadapi sifat kekanak2annya si Acha bener2 bikin salut. Iqbal tahu kapan dia bisa lembut dan kapan bisa tegas ke Acha. Contoh, pas Hari Raya Idul Adha di sekolah, Acha nangis gegara sapi2 yg ada di sana bakal disembelih. Iqbal cuma ketawa kecil aja, sambil kira2 ngomong begini, “Itu sapinya nangis bahagia, Cha. Jadi jangan nangis, ya?”
Terus pas Acha pura2 marah sama Iqbal, sampe bilangin Iqbal itu cupu. Apa yang Iqbal katakan? Apakah Iqbal membalas perlakuan Acha dengan sama besarnya yaitu balik ngatain cupu? Atau malah ngatain pake kata2 yg lebih kasar? Enggak. Iqbal gk begitu. Dia justru bilang gini, “Ucapan lo udah kasar, Cha. Jangan ulangi lagi.”
YA AMPUN, BAL!!!! AI LOP YU!!!
//my heart—–
Intinya, bagi kalian yang penasaran dengan “Mariposa”, bagi kalian yg suka quotes, bagi kalian yg suka genre teenfict dengan rumus begini [cowok dingin di luar dan lumer di dalam, cewek manja, temen si cewek bermulut pedas, dan temen si cowok yang otaknya geser] bisa lah ya, nyicipin novel bersampul pink pastel dengan hiasan kupu2 ini.
It’s a good novel, kalo menurutku.
Cuma ya, kalian harus tahan dengan sikap manjanya Acha yang luar biasa manja di awal2 buku. Hehe