Resensi Novel “Mariposa”

9786025508615_Mariposa_ksqlcaH

Judul: Mariposa

Pengarang: Luluk HF

Penerbit: Coconut Books

Blurb: 「Untuk mencintai kamu, aku hanya butuh waktu satu detik. Untuk mendapatkan cinta kamu? Aku butuh berapa juta detik?

Ini kisah tentang Acha, memiliki nama panjang Natasha Kay Loovi. Gadis ajaib berparas cantik seperti bidadari. Ini juga kisah tentang Iqbal. Jangan tanya nama panjangnya siapa, nanti kalian jatuh cinta. Pria berhati dingin dengan hidup monotonnya.

Bercerita tentang perjuangan Acha untuk mendapatkan cinta seorang Iqbal. Acha tak pernah gentar meruntuhkan dingin dan kokohnya tembok pertahanan hati Iqbal yang belum pernah disinggahi perempuan mana pun.

Sikap dingin dan penolakan Iqbal berkali-kali tak membuat Acha menyerah. Bagi Acha, selama Iqbal masih berwujud manusia, selama Iqbal tidak berubah menjadi sapi terbang, Acha akan terus berjuang.

Siapkan hati yang mandiri untuk membaca cerita ini. Hati-hati jantung Anda, mohon selalu dijaga. Serangan baper akan terus menyerang tanpa henti.

Kisah romantis komedi remaja yang siap memanjakan hari indah Anda semua. Jangan lupa selalu bahagia.

Dari Mariposa untuk semua pembaca tercinta.」

 

*pegel tanganku ngetik blurb-nya panjang amat*

Nah, karena berhubung buku ini bukan punyaku, melainkan punya perpus sekolah dan mesti dikembalikan besok, jadi lebih baik ku-review sekarang aja.

Kebetulan aku udah selesai baca, dan satu kalimat yang bisa aku bilang kepada kalian semua:

AKU JATUH CINTA PADA KARAKTER IQBAL!

Bye.

🤣🤣🤣🤣👌

Jujur, dari awal sampe akhir, aku paling suka karakternya Iqbal. Apakah karena karakternya yang dingin di luar tapi lumer di dalam? Apakah karena kegantengannya? Atau apakah karena dia diem2 bisa romantis juga? Hmmm, ntahlah. Tapi tiap kali aku membuka lembaran berikutnya, rasa cinta ini makin numpuk. Diriku ini gak bisa berhenti senyum2 sendiri.

Oke, mari kita review dulu bagaimana novel “Mariposa” ini.

Sejujurnya, setelah sekian lama aku menunggu, akhirnya datang juga genre teenfict yang sesuai seleraku. Yang jadi juara pertama masih dipegang oleh “Dear Nathan” karya Erisca Febriani, karena diksinya yang enak dan nyambung, serta pembawaannya berasa gak baca novel teenfict. Yang kedua dipegang oleh “Ikigai” karya Kadachune di wattpad, karena entah kenapa berhasil nyambung dengan hatiku //ea

Dan yang ketiga, adalah novel “Mariposa”. Selamaaat 👏👏👏👏 *tepuk tangan keras2*

Di novel “Mariposa” ini, aku menemukan tiga kata yang rada aneh buatku. Yaitu yang pertama adalah “tau”, kemudian “liat”, dan “jomlo”. Because…. yang biasa aku pakai adalah “tahu”, “lihat”, dan “jomblo”. Tapi setelah aku cek lagi, yang bener adalaaah….

20190415_195629

Iya, itu doang yg bener. Yang lainnya salah. Karena “liat” artinya…..20190415_195856

Dan “tau” di KBBI memang ada tulisan begini….

20190415_200124

Emang sih, ada tulisan “tahu”, tapi kita semua tahu kan, yang dimaksud bukan makanan tahu? Toh, aku pernah dikasih tahu sama temenku kalo yg baku itu “tahu”, bukan “tau”.

20190415_201745

Tuh☝️☝️☝️☝️

Jadi tiap kali ngelihat kata2 “liat” dan “tau” rada gimanaaa gitu. Itu kalo kasusnya digunakan dalam konteks seperti “liat makanan jadi ngiler” atau “aku tau kok”. Kalo nulisnya buat “tanah liat” mah, aku gk masalah //karena emang gitu tulisannya

Ya I know sih ya, biasanya kita kalo nge-chat atau pokoknya nulis secara non-formal pasti bakal bodo amat sama yang namanya kata baku. Lihat jadi liat, tahu jadi tau, ah apa pun itu pokoknya terjang aja. Sabodo teuing kita mah ya. Tapi ini novel, dan novel butuh kata2 baku. Oke, kalo kasusnya lagi ngasih tahu adegan percakapan antar tokoh lewat WA, Line, DM Ig, atau SMS mah, sebenarnya sah2 aja buat pake kata “liat”, “tau”, dsb. Karena kata temenku, hal2 seperti itu justru dapat meningkatkan feel bahwa yg nulis teks-nya itu bukan kita, melainkan karakter kita.

Inget ya, cuma buat adegan percakapan lewat sosmed atau apalah itu, ya!!

Kalau buat percakapan aktif, kalimat aktif, dan narasi, wajib pakai kata baku.

tenor

//maaf, Mochi emang suka bawel kalo masalah beginian

Sepertinya untuk masalah perbendaharaan kata cuma itu aja yang mengganggu. Selain itu alhamdulillah gk ada.

Cuma nemu dua atau tiga penggunaan kata “di” yg salah 🙂

Maaf, Mochi rada lupa halaman berapa, tapi pokoknya ada yg salah soal penggunaan kata “di” yg menunjukkan lokasi dan suka ketuker sama penggunaan kata “di” yg gunanya buat memperjelas. Contohnya kayak gini: [dimobil] atau [di lihat]. Tuh, contohnya begitu. Untungnya cuma ketemu dua atau tiga aja, gk lebih.

Terus sempet ngelihat beberapa kata yang typo. Untungnya gk banyak, karena kalo banyak ntar aku ngamuk //jdorrrr

Ada beberapa hal lagi yang bikin Mochi suka dari novel “Mariposa”. Satu, Kak Luluk pakai POV orang ketiga, which means itu adalah jenis narasi yang aku sukai. Bukan berarti aku gk suka jenis narasi POV orang kesatu, tapi emang aku lebih suka POV orang ketiga.

Dua, ceritanya gak muluk2 amat. Konfliknya juga gak ruwet kek kabel mumet. Ceritanya bukan soal egoisme, tapi tentang cara Iqbal dan Acha buat menyelesaikan masalah. Mereka ngomong, nyelesaiin masalah, minta maaf, gak besar2in masalah, selesai. Beneran gak kayak di beberapa novel lain yg konfliknya cuma “cemburu, egois, salah paham, bertengkar, ogah minta maaf, masih berstatus pacaran atau udah putus pun wallahualam tapi masing2 malah jalan sama yang lain, terus akhirnya pengen balikan, tapi malah salah satunya minta putus secara sepihak.”

Oh, hal nomor 2 hanya akan berlaku buat versi novel fisik ya. Kalo novel onlen (yg masih ada di wattpad), seingetku konfliknya masih kayak novel teenfict kebanyakan. Acha jadi model, Iqbal ngilang entah ke mana kayak Bang Toyib yg kagak pulang2, dan Acha minta putus sepihak tanpa mau dengerin penjelasan Iqbal. Baiklah 🙂

Untungnya, di novel fisik tidak seperti itu. Karena kalo konfliknya begitu, aku bakal gk bisa (dan gk akan pernah bisa) buat jatuh cinta dengan novel “Mariposa”.

Tiga, narasinya pas untuk ukuran genre teenfict. Lebih menyorot perasaan karakter2nya ketimbang menceritakan detail lokasi. Kayak misalnya, pas Acha dan Iqbal main nyelonong wae ke gedung kantor milik ortunya Glen. Di situ, Kak Luluk lebih memilih untuk memberi tahu perasaan Acha yang gugup dilihatin banyak orang, atau bingung ini ada di mana. Ketimbang nyeritain secara detail gimana gedungnya, tingginya seberapa tinggi, orang2 kantornya gimana penampilannya, isinya gimana, dan lain-lain. Tapi it’s okay, apa yang Kak Luluk ceritakan sudah terasa pas. Kalo waktunya ganti lokasi, ya Kak Luluk bakal nyeritain atau setidaknya ngasih tahu mereka ada di mana. Gak kayak novel sebelah yang isinya kebanyakan quotes sehingga tiba2 para karakternya udah transport ke tempat lain.

well-duh.jpg

Bukan berarti novel “Mariposa” itu gk ada quotes. Ada sih, walaupun gk banyak2 amat. Tapi setidaknya gak mengganggu jalan cerita dan bagi kalian yg suka quotes bisa tetap jepret2 quotes sana-sini, kok.

Empat, cara Kak Luluk menghidupkan karakter2nya terasa nyata dan mengalir. Iqbal dengan sifatnya yang dingin di luar dan lumer di dalam, Acha dengan sifat manja dan tukang putri, Amanda yang peduli dan bermulut pedas, serta Glen yang otaknya gak pernah bener. Beneran, mereka terasa nyata dan Mochi sendiri ngerasa sedang berinteraksi sama mereka alih2 nonton atau baca doang. Tapi jujur aja, aku paling kasihan sama si Juna. Muncul itungan jari, sekalinya muncul pasti cuma buat adegan biar Iqbal-nya cemburu. Kasihan sekali nasibmu, Nak

images.jpeg.jpg

Terus, di awal2 tuh si Juna pernah bilang ke Acha, kalo Iqbal bikin Acha nangis, dia bakal ngerebut Acha. Lah, Acha udah nangis beberapa kali gegara Iqbal, tapi Juna kagak muncul2 juga. Noh, Jun, orang yg kau kata bakal kau rebut kalo nangis lagi gegara pacarnya sekarang udah baikan lagi sama pacarnya.

Telat U :(((

DWuqY-fVAAUPHWi.jpg_small.jpg

Nah, seperti di blurb, Kak Luluk udah ngasih tahu kalo bakal ada genre komedinya. Komedi yang disisipkan lumayan banyak, cukup banyak buat bikin sakit perut karena ketawa. Yg gimana pun keadaannya, kebanyakan pasti si Glen yg mulai. Dia beneran pencair suasana 👌👌

Aku juga suka gimana Kak Luluk bisa konsisten dengan karakter para tokoh. Acha, yang suka sapi, selalu aja ngerengek minta boneka sapi. Dia juga polos, kekanak-kanakan, dan tingkahnya ajaib. Dari awal emang begitu si Acha, diceritakan seperti itu. Tapi bukan berarti gak ada chara development ya!!

Tapi yang paling kerasa chara development-nya adalah Iqbal. Yang awalnya kesel sama Acha, lama2 mulai suka sama Acha. Yang tadinya gk terlalu terbuka sama Acha, akhirnya mulai terbuka. Dan please, cara Iqbal memperlakukan Acha itu bener2 bikin hatiku meleleh!!! *nosebleed*

Mau cium punggung tangan aja minta izin dulu ke Acha. Apalagi cium kening!! Kenapa gak cium bibir aja, Bal //Mochi auto digeprek //belum sah, hey!

Bahkan nih ya, cara Iqbal menghadapi sifat kekanak2annya si Acha bener2 bikin salut. Iqbal tahu kapan dia bisa lembut dan kapan bisa tegas ke Acha. Contoh, pas Hari Raya Idul Adha di sekolah, Acha nangis gegara sapi2 yg ada di sana bakal disembelih. Iqbal cuma ketawa kecil aja, sambil kira2 ngomong begini, “Itu sapinya nangis bahagia, Cha. Jadi jangan nangis, ya?”

Terus pas Acha pura2 marah sama Iqbal, sampe bilangin Iqbal itu cupu. Apa yang Iqbal katakan? Apakah Iqbal membalas perlakuan Acha dengan sama besarnya yaitu balik ngatain cupu? Atau malah ngatain pake kata2 yg lebih kasar? Enggak. Iqbal gk begitu. Dia justru bilang gini, “Ucapan lo udah kasar, Cha. Jangan ulangi lagi.”

YA AMPUN, BAL!!!! AI LOP YU!!!

hahahaha.jpg

//my heart—–

Intinya, bagi kalian yang penasaran dengan “Mariposa”, bagi kalian yg suka quotes, bagi kalian yg suka genre teenfict dengan rumus begini [cowok dingin di luar dan lumer di dalam, cewek manja, temen si cewek bermulut pedas, dan temen si cowok yang otaknya geser] bisa lah ya, nyicipin novel bersampul pink pastel dengan hiasan kupu2 ini.

It’s a good novel, kalo menurutku.

Cuma ya, kalian harus tahan dengan sikap manjanya Acha yang luar biasa manja di awal2 buku. Hehe

Resensi buku “Little Red Riding Hood” ver retelling

Nov.jpg

Test. Hola semuaaaa. Kembali lagi dengan Mochi di blog abal2 ini.

Sekarang, Mochi (yang mencoba kabur dari dead line Aksara) akan menulis review buku dongeng “Little Red Riding Hood”. Tapi, yg bikin istimewa tuh, buku ini diceritakan ulang oleh penulis Indo, loh!

Check it out!

_____

Source pict: Mbah Gugel
_
Judul: Little Red Riding Hood

Penulis: Ruwi Meita

Ilustrator: Pola

Genre: horor, fantasy

Tipe: buku dongeng ver retelling

Penerbit: Haru
_
Sinopsis: “Konon serigala suka memangsa anak-anak gadis sebab darah mereka sesegar embun pagi, semurni mata air pegunungan. Daging mereka mampu memperpanjang usia serigala.”
_
Review dari Mochi:

Awalnya aku tertarik beli buku ini karena yang bikin ilustrasinya tuh, Kak Pola. Aku pertama tau tentang Kak Pola dari liat hasil gambarnya yang dipakai buat cover buku “Scheduled Suicide Day” karya Akiyoshi Rikako yang sama2 diterbitkan oleh Penerbit Haru.

Awalnya liat promosinya di ig-nya Haru. Bentuknya kayak koran dengan tagline Haru News. Isi beritanya soal serigala gitu. Unik, kan, bentuk promosinya?

Awalnya mencoba peruntungan buat ikutan GA yang waktu itu sempat diadakan. Tapi apalah daya lagi gk beruntung alias gak menang.

Sempat juga nyoba pesen dari Grobmart waktu tau ada PO nya. Bonusnya ganci pula //iya, Mochi suka ngumpulin ganci// Tapi gk jadi pesen. Kenapa? Karena salah pencet jumlah yang dipesan dan hal ini gk bisa diubah lagi. Asem. HAHA //nangis

Jadilah Mochi baru beli pas kemaren mau liburan. Lagi keliling Gramed, dan ketemu deh. Langsung beli >:D

Cerita dibuka dengan Rosso—si Tudung Merah—-bukan slogan roso yang selalu diucapkan pada akhir iklan Kuku Bima Ener-G.

images-3

//bukan

Jadi, si Rosso ini diceritakan sebagai anak yang kelewat berani. Pas lagi main sama temennya, dia ditantang buat masuk ke hutan.

Gk.

Jangan bayangin kalo si Rosso takut hutan sehingga ditantang oleh temen2nya. Bukan.

Hutan yg dimaksud tuh, adalah tempat di mana makhluk2 kegelapan tinggal. Dan agar manusia selamat dari makhluk2 kegelapan saat masuk ke hutan, mereka harus melewati jalan setapak yg dinamakan Jalan yang Hidup dan Berdegup.

Eh.

Iya bukan ya. Aku lupa nama jalannya :””

Aku lagi di rumah Eyang pas nulis review ini, dan aku gk bawa buku dongeng ini, dan aku jadi gk bisa liat nama jalannya. InsyaAllah kalo udah pulang, aku mau edit tulisan ini.

Nah, lanjut. Jadi pokoknya si Rosso yang kelewat berani—karena Rosso adalah slogan Kuku Bima Ener-G, yaitu minuman buat para pemberani—-akhirnya dia masuk hutan.

Tapi kagak lewat jalan setapak itu.

Wow.

Kalo Mochi disuruh kek gini mah, ogah. Takut. Mending balik atau nyeret temen2 buat masuk bareng2. Enak wae gue disuruh masuk sendiri.

Tapi ya karena Rosso ini kelewat berani dan juga dia adalah tokoh utama, jadi gk bakal afdol rasanya kalo kagak melakukan hal2 reckless yang mengundang bahaya.

6-khasiat-mengejutkan-dari-tepuk-tangan-yang-selama-ini-tersembunyi.gif

Di hutan, diem2 ada yang suka ada yang memperhatikan Rossi Rosso.

Iyep. Siapa lagi kalo bukan si Tuan Serigala, yaitu Lupo Mannaro. Bukan Tuan Lupa Mana Naro lupa (barang2nya)di mana narohnya. //digebuk//

Di tahap ini, si Lupo Mannaro baru memperhatikan si Rosso. Belum asal terkam yak.

Karena cerita gk bakal lanjut dan berkembang kalo si Lupo Mannaro langsung menerkam Rosso, jadi penulis pun membiarkan Rosso pulang ke desa.

Dengan selamat tentu saja.

//yha

Singkat cerita, sama seperti di dongeng aslinya, Rosso pergi ke rumah neneknya untuk berkunjung. Karena neneknya lagi sakit jadi butuh kasih sayang :3

Sayangnya, si nenek udah ketemu sama Lupo Mannaro yang berarti si nenek udah wassalam.

Jadi, yang ditemui oleh si Rosso itu ya… Lupo Mannaro yg lagi menyamar jadi neneknya.

Screenshot_2018-12-30-13-44-25-1.png

Gambar dari sini

Dan pintarnya, si Rosso kagak curiga sama neneknya yang udah kek buntelan selimut.

Rosso: “Nenek, kamu membengkak!”

Lupo: “Iya, Nenek lagi sakit.”

Rosso: “Suaramu juga berubah. Nenek pasti sakit banget ya?”

Kira2 gitu lah.

Ya tapi tolong ya, Nak. Mbok yo pinter dikit. What da ya mean by “Nek, kamu membengkak”??

Emang si nenek sakit apaan sampe bisa membengkak? :”)

Tapi it’s oke. Karena sekali lagi saya ingatkan bahwa Rosso adalah karakter utama yg gk afdol rasanya kalo gk melakukan hal2 reckless yg mengundang bahaya. Karena menurut Mochi, kagak ngecek lebih lanjut soal nenek yg membengkak itu adalah hal reckless yg mengundang bahaya.

Ya tapi gk gitu deng. Ntar kalo dibuka buntelan selimut yg membungkus si Lupo bisa2 langsung tamat dongengnya.

Jadi, si Rosso pun tetep masuk rumah almarhumah neneknya yg kini ditempati oleh si Lupo.

Jujur aja, di sini ada dua adegan yg bener2 gk Mochi sangka. Iya, serius. Ada dua adegan yg bikin dongeng ver retelling karya Mbak Ruwi ini makin tambah dark.

Tapi maaf, Mochi gk mau kasih tau adegan apa saja itu. Ntar rasa penasaran kalian ilang deh 😛

Singkat cerita, ntar si Lupo juga wassalam karena dibunuh oleeehhh…..

*suara drum dan lain sebagainya*

Oleeeehhhh……

Ya pokoknya ada 😛 //digebuk

Oke, aside from the story, I love how Ruwi-san retelling this classic fairytale. Gaya bahasanya halus dan sarat oleh makna. Setiap adegan dituturkan dengan apik dan alurnya konsisten. Semua bener2 terasa seperti dongeng.

Tapi karena ver retelling ini merupakan ver dark, dan ada banyak adegan darah dan bunuh2an, jadi Penerbit Haru memberi peringatan: “Dongeng untuk orang dewasa.”

Di bagian barcode aja ditulis “Untuk 17+”. Ya tapi karena Mochi ngeyel ya jadinya aku tetep beli. Hehehe.

Ilustrasinya juga bagus. Terasa seperti watercolour.Screenshot_2018-12-30-13-38-32-1.png

Gambar dari sini

Bagus kan??

Bukunya juga imut loh. Bentuknya kecil dan gak begitu tebal. Hardcover pula. Da best emang 😍

Anyway, bagi kalian yg pengen baca dongeng dengan unsur dark, kalian bisa coba baca dongeng “Little Red Riding Hood” yg ditulis ulang oleh Ruwi Meita dan diterbitkan oleh Penerbit Haru.

Screenshot_2018-12-30-12-04-10-1.png

Gambar dari sini

Pssssttt, sedikit info nih. Mochi dengar kalo Dark Fairytales Series bakal nambah anggota baru. Jadi isinya bukan cuma “Little Red Riding Hood” dan “Snow White” saja. Mari kita tunggu^^

Btw, Mochi belum beli yg “Snow White”. Hiks :”))

Review Novel Fantasteen “VALEN”

Halo semuaaaa!

Akhirnya Mochi berhasil menamatkan novel Fantasteen berjudul “Valen” yang dibeli sejak beberapa minggu yang lalu. Dan guess what? Gue baru selesai baca novel ini hari ini. HAHA.

Mari kita review aja langsung.

//AWAS SPOILER BERTEBARAN DI SEPANJANG JALAN//

https://inc.mizanstore.com/aassets/img/com_cart/produk/fantasteenvalen.jpg

Judul: Valen

Penulis: Dherby Faradina

Penerbit: DAR! Mizan

Genre: horror, fantasy

Tipe: novel

Status: tamat

Blurb: “Valen tidak menyangka, kemampuannya kembali ke masa lalu membawanya pada sisi gelap Kota Louwey, tempat tinggalnya. Dia dan Kieran dibawa oleh Joseph untuk menyusuri masa lalu Kota Louwey. Kota Louwey dahulu dipimpin oleh seorang putri cantik bernama Lou Ellist. Rupanya, kecantikan wajahnya berbanding terbalik dengan sifatnya. Lou Ellist sangat kejam. Dia mengambil nyawa seorang pria setiap pukul 17:39 untuk mempertahankan kecantikannya. Sementara semua wanita dia jadikan pelayan. Joseph satu-satunya pria yang selamat dari kekejaman Lou Ellist, sedangkan ibunya dibunuh oleh Lou Ellist karena mencoba kabur dari istana. Joseph berusaha membawa Valen untuk membantunya menyelamatkan masa depan Kota Louwey dengan mengubah jam Lou Ellist menjadi 17:40. Berhasilkah Valen membantu Joseph? Ataukah justru dia yang akan menjadi korban selanjutnya?

Review dari Mochi:

Yak, jadi awal mulanya tuh aku lagi di Gramed dan kepengen banget beli novel Fantasteen setelah lima tahun kagak dibolehin beli sama ortu. Alasannya sih, ntar aku jadi penakut. Tapi gak tau kenapa pas aku mau beli Dark Fairytale series dari penerbit Haru malah dibolehin. Padahal jelas2 udah ada kata dark fairytale loh. Oke, kesampingkan dulu soal ini. Nah, akhirnya setelah memohon2 sama Mama, akhirnya aku pun dibolehin beli. Nah, kuambil buku ini. Alasannya simpel, karena judulnya mirip sama nama temenku //alasan macam apa itu

Toh blurb-nya juga meyakinkan banget, sebenarnya. Kesan mistis dan horor-nya udah kerasa. Mochi sendiri udah ngebayangin adegan seru kejar2an antara si Lou Ellist dan si Valen bak meme di bawah ini

https://i0.wp.com/www.damniloveindonesia.com/image/catalog/explore_indonesia/Artikel/News_Event/macan_cisewu/1meme.jpg

//gak gitu juga, Chi

Jadi, akhirnya kubuka dan kubaca. Jujur aja, ekspektasiku mulai menjadi berlebihan pas baca prolognya. Lalu pas mulai baca chapt 1 dan seterusnya, rasanya….

https://media.makeameme.org/created/frustrations-frustrations-everywhere.jpg

Sumpah, ini novel kenapa sih? :”D

Akhirnya aku lihat profil penulis di bagian belakang. And Mochi be like: oh, pantes. Aku lupa kalo dia yang bikin novel “House of Lake” yang… menurut Mochi amburadul. Makanya waktu baca “House of Lake” aku bersyukur banget itu novel punya temenku. Jadi langsung kubalikin. Nah, sekarang? Mau kubalikin ke siapa? La wong kui novel sing tak bayar weh :((

Fyi, waktu itu aku baru baca “House of Lake” sampe chapt 2 (kalo gak salah) dan langsung kukembalikan ke temen. Jadi mohon maaf, Mochi gak bisa nge-review “House of Lake” secara keseluruhan.

Jadi satu2nya cara adalah membacanya sampe habis.

Ceritanya, si Valen itu punya kemampuan spesial. Kemampuan spesialnya itu paket lengkap loh: bisa lihat hantu, bisa komunikasi sama hantu, bisa baca pikiran orang, bisa melihat masa depan, bahkan bisa main2 ke masa lalu ataupun ke masa depan.

Oke, Mochi gak bakal masalahin soal itu deh. Karena kalo Mochi bikin karakter fiksi dengan kemampuan spesial pasti kukasih yang kekuatannya hebat banget atau paket lengkap kek Valen.

Jadi kita lanjut dengan ceritanya. Nah, pokoknya si Valen lagi di kelas sejarah yang diisi oleh guru yang mengajarkan tiga dewa utama Olympus berdasarkan kisahnya Rick Riordan. Oke. Mungkin saja mereka lagi belajar tentang dewa-dewi Olympus dan kebetulan gurunya penggemar berat Rick Riordan jadi gurunya bercerita berdasarkan kisah yang ditulis ulang oleh Rick Riordan //yha

Sebenarnya, Mochi suka banget sama ide-nya penulis yang bilang kalo hantu juga bisa makan. Menurutku itu keren dan fantasi-nya kerasa.

Kemudian, penulis pun sedang menceritakan tentang kemampuan istimewa-nya Valen, yaitu komunikasi sama hantu. Contohnya adalah ngomong sama neneknya yang udah meninggal. Jujur aja aku iri soal kemampuan “bisa bicara sama hantu”. Enak dong ya, kalo ada orang yang disayang meninggal, ntar masih bisa komunikasi. Serasa… nge-cheat di game gitu //iyain

Dan suatu saat, si Valen teriak di kelas gara2 kemampuan baca pikirannya gak bisa ditahan. Lalu jendela kaca pun pecah dan kira2 kata penulisnya gini: “itu karena kebetulan saja, bukan berarti Valen punya kekuatan super atau apa.”

Lalu kau kata kemampuan baca pikiran atau balik ke masa lampau bukan kekuatan super?

https://i.ytimg.com/vi/T24ZsbH7fSs/hqdefault.jpg

Lalu harus kuakui ada adegan lain yang kusuka: pas si Valen tetap membela Greyson yang sering nakal ke Valen. Tapi fakta2 yang dikeluarkan oleh penulis untuk membuktikan kalo Greyson itu nakal belum cukup, menurut Mochi.

Tapi ada adegan yang cukup bikin aku ilfil. Yaitu adegan pas si Joseph pertama kali muncul. Entah ini cuma pikiranku atau bukan, tapi adegan ini bener2 ngingetin sama film Insidious 1. Pas bagian anak kecil nari2 sambil dengerin gramophone. Aku gk terlalu tau apakah si penulis hanya sekadar menjiplak atau memang murni ide dari si penulis.

Dan habis itu Valen diajak Joseph–si bocah hantu yang nari2–pergi ke masa lampau untuk diberi tahu rencana musnahin Lou Ellist terus disuruh balik lagi.

Hah? Serius? Dibawa ke masa lampau cuma buat itu? Kenapa gak disuruh sama si Joseph di masa sekarang gitu loh? Maksudnya, kenapa si Joseph gak tinggal bilang gini pas ketemu si Valen di ruang yg ada gramophone-nya: “Halo, aku Joseph! Aku berasal dari masa lalu, tolong cari istana Lou Ellist dan ubah jam-nya!”

Apakah ini cara si penulis untuk membuktikan bahwa kekuatan si Valen itu nyata? Bisa jadi. Tapi, upps! Si Valen pergi ke masa lampau berkat kekuatannya si Joseph. Iyaaaaa, si Joseph tuh punya kekuatan yg sama kek Valen. Dan karena si Valen pergi ke masa lalu gegara Joseph, kekuatannya si Valen pun menghilang. Hmmmm.

Ya terus ngapain si Valen punya kekuatan kalo ujung2nya kekuatan si Valen kagak bisa digunain?

https://media.tenor.com/images/4ede664bb1a5a240a4e8d001e39f3cbd/tenor.png

Ya untungnya si Valen cukup pintar untuk ogah balik ke masa depan. Dia yg punya ide untuk nyari istana Lou Ellist di zaman itu juga. *tepuk tangan buat Valen*

Nah, terus sampai di sini ada yg mengganjal. Bener-bener mengganjal sampe aku pusing. Si Valen sempet bilang kalo apa yang dia lakukan itu demi Joseph dan masa depan Louway.

Nah, yang bikin aku bingung tuh, maksud dari “demi masa depan Louway” tuh apa? Jelas2 si penulis gak menjabarkan ada masalah apa di masa depan Louway (masa di mana Valen hidup). Jadi dari mana kata2 “demi masa depan Louway” bisa kita pegang? Kan si penulis kagak menjabarkan masalah2 di masa depan yang ada kaitannya dengan Lou Ellist. Kecuali kalo si penulis mendeskripsikan begini di awal cerita: Louway adalah kota yang memiliki misteri, belasan pria menghilang tiap pukul 17:39. Kalo gitu kan, kata2 Valen bisa kita pegang.

Lalu ada kalimat yg berbunyi gini: “Dia (Lou Ellist) biasanya menggunakan mobilnya melintasi jalan raya, seperti patroli saja.”

Bentar, mbak.

Ini zaman kapan? Tahun berapa? Kenapa tiba2 ada mobil?

https://pbs.twimg.com/media/DSW3k6qVAAEg7vX.jpg

Iya tau kok, zaman dulu juga ada mobil. Tapi si penulis kagak menjelaskan ini zaman kapan. Tahun 2000 kah? Tahun 1990 kah?

Mobilnya yang seperti apa juga kagak dijelaskan.

Mobil ini?

https://asset.kompas.com/crop/0x0:900x600/750x500/data/photo/2018/03/20/586277522.jpg

Atau yg ini?

https://www.hondasoloraya.net/ss/pm/hondasolo_071uDmo7i8o342sonoc29010441bb7.jpg

Atau malah yg ini?

https://autowise.com/wp-content/uploads/2016/07/12.-Alin-Liautard-Limo.jpg

Setelah melalui adegan demi adegan, akhirnya kita dibawa lagi ke masa depan oleh si penulis. Kali ini alasannya karena Lou Ellist udah ngeliat Valen di masa lalu. Walaupun gak dijelaskan secara mendetail, ya menurutku bisa diterima akal lah. Siapa tau kekuatannya si Joseph udah berakhir kalo si Valen ketemu si Lou Ellist.

Nah, pokoknya mulai dari sini akhirnya kejar2an antara si Valen dan Lou Ellist pun dimulai. Iya, lebih tepatnya mulai dari halaman 120. Padahal tebal buku (tanpa profil penulis dan iklan buku Fantasteen lainnya di belakang) itu 144 loh. Jadi intinya kita disuguhi 24 halaman untuk membahas kejar2an si Valen dan Lou Ellist plus sekitar 1 atau 2 halaman untuk membahas masa lalu Lou Ellist yang ditulis sekadarnya saja.

Berasa kurang banget pas baca deskripsi masa lalu si Lou Ellist. Dan apalagi deskripsi masa lalunya itu cuma kayak gini:

“Dia adalah Lou Ellist. Itu waktu dia kecil. Waktu kecil orang tuanya meninggal. Terus dia diadopsi oleh keluarga kerajaan. Lalu orang tua angkatnya meninggal. Jadi akhirnya dia yang megang takhta.”

It feels like….

Hello, Lou Ellist itu karakter antagonist loh. Tapi kenapa posisinya nyaris gak bisa dianggap sebagai antagonist? Porsi munculnya si Lou Ellist bener2 kurang. Deskripsinya kurang kuat. Kesan jahat yang ada pada diri Lou Ellist kayak cuma angin lalu. Dari awal sampe 24 halaman terakhir itu dipake sama penulis buat ngejelasin kehidupan si Valen, kekuatannya si Valen, soal Joseph, Kieran, dan sedikit masa lalu kota Louway. Dan gimana dengan Lou Ellist? Dia cuma dijelaskan dari mulut ke mulut bahwa Lou Ellist itu jahat, dia suka mengambil nyawa pria pada pukul 17:39, dan para wanita dijadikan budak. Udah itu aja. Gak lebih.

Dan tiba2 deskripsi soal masa lalu Lou Ellist datang menerjang pas bagian mau akhir. Tapi cuma seiprit.

https://meynarddanam.files.wordpress.com/2018/01/fb_img_1515574085670.jpg

Mochi justru kasihan sama Lou Ellist. Dia karakter antagonist, tapi kemunculannya ditahan sampe akhir oleh si penulis. Gini, Mbak, biar karaktermu itu memberikan kesan kuat pada pembaca, bikin dia sering muncul. Gak sering muncul juga gak papa, deh. Asalkan porsinya cukup. Contohnya aja kek Voldemort. J.K. Rowling gak mungkin terus2an ngebahas soal Harry, kan? Ada kalanya puluhan halaman dia habisin cuma buat ngebahas Voldemort, atau para pengikut Voldemort, atau karakter antagonist lainnya.

Jadi, si penulis harus latihan bikin deskripsi lebih banyak lagi. Jangan ngehabisin separuh lebih dari novelmu buat ngebahas satu karakter saja ya, Mbak. Banyak karakter lainnya yang butuh kasih sayangmu.

Mungkin segitu dulu aja yang bisa Mochi review. Mohon maaf kalo ada kata yg menyinggung. Sampai jumpa lain waktu~

Resensi novel “Nightmare”

Holaaa, kembali lagi dengan Mochi~~~

//hmm, apa ada yg masih baca review2ku di blog abal2 ini?//

_____

https://ecs7.tokopedia.net/img/cache/300/product-1/2014/8/27/211270/211270_e5e17140-2d96-11e4-ab70-d0a84908a8c2.jpg

//apakah di luar sana ada yang baca novel ini?//

Judul: Nightmare

Penulis: Indira Hatmanti Puspitasari

Penerbit: DAR! Mizan

Genre: horror, fantasy

Tipe: novel

Terbit pada: Juli 2013

Blurb: “Pernah membaca novel yang mengandung kutukan? Alessa pernah. Judulnya Nightmare, dilengkapi peringatan konyol seperti ini: “Jangan membaca novel ini pada tanggal 13 Juni, saat tengah malam. Kalian bisa rasakan sendiri akibatnya!” Layaknya kalian, Alessa hanya tertawa membaca tulisan itu. Apa yang bisa dilakukan sebuah buku terhadap dirinya? Apa karena tulisan itu warnanya semerah darah? Lucu deh, Alessa malah membaca buku itu sengaja pada tanggal 13 Juni. Malah, bacanya di acara perkemahan. Supaya makin seram. Hahaha….

Sampai akhirnya, tunggu… mengapa teman-teman Alessa mulai menghilang? Satu per satu dari mereka mulai lenyap! Alessa mengalami kejadian-kejadian misterius, bahkan dihinggapi mimpi-mimpi buruk dalam tidurnya. Sesuatu berbisik di telinga Alessa perihal… arwah Edison….

Dan kalian, kalian sedang memegang buku ini sekarang, kan?”

_____

Oke, mari kita mulai.

Seperti biasa, review2 Mochi di blog ini bakal lebih menjerumus ke yg namanya spoiler.

Jadi, sebenarnya Mochi udah beli novel ini semenjak…. lima tahun yang lalu. Tapi karena waktu itu Mochi belum terjun bebas dan jatuh cinta dengan dunia sastra, maka pikiran Mochi masih berkata bahwa: “Wah, novel ini bagus banget! Keren!”

Dan sekarang, saat Mochi udah terjun bebas dan menghantam lantai sastra, maka pikiranku mengenai novel “Nightmare” saat ini adalah: “Kenapa dulu gue bisa suka sama novel ini?” *bingung*

Jadi gini sodara2, kenapa pikiran gue bisa berubah total karena:

  1. Latar yang kurang dijelaskan dengan cermat, sehingga mengganggu kenyamanan membaca. Contoh sederhananya adalah pas baca komik, tapi penggambaran latarnya cuma sereceh dan bukan segepok. Pastinya kita sebagai pembaca bakal bingung luar biasa. Contoh: “Eh, ini di perpus toh? Kukira di parkiran.” Tapi untungnya, masih ku-rate dengan kata “kurang”, bukan “luar biasa kurangnya.” //kek lu enggak kurang dalam penceritaan latar maupun show don’t tell, Chi
  2. Alur yang terlalu loncat-loncat. Maksudnya, dari adegan A, ujug2 ke adegan Z. Jadi, adegan B hingga Y kagak dijelasin. Hmm, mungkin maksudnya buat time-skip gitu ya? Actually, Mochi juga sering sih, loncat2 gitu. Tapi—maaf—menurut Mochi, novel ini terlalu banyak menggunakan time-skip sehingga alurnya terasa terlalu cepat.
  3. Ini novel awalannya kan, horor, kenapa tiba2 masuk ke genre fantasy, yaitu perang2an pake sihir dan mantra?

Oke, jadi novel ini dimulai dengan Alessa nyari2 novelnya sebelum matahari terbit. Lalu, katanya pencarian novel ini memakan waktu. Nah, memakan waktu berapa jam pun kita gak tahu. Kemudian bapaknya Alessa ngomong: “Alessa, ini hampir jam tujuh!” Nah, ini nyari novel berapa lama kagak tau, ujug2 si Bapak bilang udah mau jam tujuh. Kita pikirin dulu, kalo matahari terbit sekitaran jam setengah enam kurang, maka…. Alessa nyari novel selama sejam.

Oke, jangan dipermasalahkan. Toh, Mochi kalo nyari barang di tengah kamar bak kapal pecah butuh waktu seminggu baru ketemu (kalo waktu buat istirahat selama beberapa hari plus waktu buat baca komik, novel, dan main hp juga di-akumulasikan).

Lalu, hal yang mengganggu (bagi Mochi) adalah saat Alessa di mobil bareng si Bapak.

Inti percakapan:

Si Bapak: “Lu nemu tu novel di mana?”

Alessa: “Di sarung bantal.”

Si Bapak: “Kecil2 kok udah pikun.” (sambil nyetir) “Eh, itu tulisan apa kok warnanya merah?”

Alessa: “Peringatan. Baca sendiri aja sana.”

Si Bapak: “Kan Bapak lu ini udah kacamataan. Eh, Elisa Palofaith? Gue kek kenal.”

Mochi berusaha positif thinking, kali aja si Bapak pengen dibacain sama si anak atau emang tulisan peringatannya kecil pisan jadi kagak kebaca dan yang kebaca tulisan si pengarang. Nah, terus si Bapak kenapa alasannya udah kacamataan? Kenapa gak alasan lagi nyetir?

Baik.

Kemudian latar yang awalnya masih di jalan, tiba2 berubah jadi latar di deket sekolah.

Baik(2)

Kali aja latar di jalannya emang udah deket banget sama sekolahan si eneng.

Kemudian, latar berganti ke kantin. Lalu di time-skip ke waktu pulang, setelah si Alessa turun dari angkot dan sampai di jalan menuju perumahan. Terus jalanlah ia ke rumah temen sejak kecilnya, yaitu Dzaky, yang kedapatan jalan bareng Indri sambil gandengan. Katanya, si Dzaky ini kelas 2 smp. Yang mana artinya, dia masih terlalu kecil buat pacaran.

Mochi aja pas kelas 2 smp belum punya pacar :”(

https://pbs.twimg.com/media/DQHolIHVAAAZ_r7.jpg:small

Dan pas SMA, pas gue naksir sama kakak kelas, ternyata temen gue juga suka sama kakak kelas itu.

//derita cewek yg memendam perasaan, dan insyaAllah gk ada yg tau siapa kakak kelas itu//

Terus si Alessa puter balik mau pulang. Meninggalkan si Indri dan Dzaky buat berduaan di rumahnya si Dzaky. Hmm, nak, Anda tidak mau menggagalkan acara romantisme sejoli ini? Mereka barusan nebar garem loh, Mbak //min Mochi sesat, idih//

Tapi selanjutnya adalah adegan yg Mochi suka, karena yessss, ini satu-satunya adegan yang paling baik pembawaannya ver Mochi. Penulis mampu membangkitkan rasa deg2 serrrrr pas baca bagian ini. Yaitu adegan pas si Alessa sendirian di rumah, kagak ada siapa-siapa, dan jumpscare yang ada di bagian ini tersampaikan dengan baik.

Nah, terus diceritakan bahwa si Tante—yang kebetulan datang—memberi tahu lewat gerakan (atau bahasa tubuh) bahwa dia tahu siapa itu Elisa Palofaith, tapi kagak mau cerita kalo si Tante emang tau siapa itu Elisa.

Jadi, sejauh ini bisa disimpulkan bahwa sudah ada dua orang yang tau siapa itu Elisa Palofaith alias si pengarang novel Nightmare dalam novel fantasteen Nightmare:

  1. Bapaknya Alessa
  2. Tantenya Alessa

Kemudian tiba2 rumus time-skip mulai digunakan lagi oleh si penulis.

https://cdn.brilio.net/news/2017/11/16/134885/703868-1000xauto-lagu-qasidah-ala-emak-emak-ini-liriknya-lucu-banget.jpg

Jadi, kita skip aja langsung ke pas acara perkemahan. Lokasinya di Bukit Siguntang, yg menurut wikipedia terletak di Palembang, Sumatera Selatan. Nah, pokoknya si Alessa takut buat melanggar peringatan di buku novel itu. TAPI, temen2nya yang ‘kelewat baik’ malah memaksa si Alessa buat baca novel pas tengah malam.

Si Alessa sempet bilang kalo feeling-nya gak enak. Dan dicela dengan perkataan: “Itu kan, cuma perasaan.”

Maap nih, Mbak, terus feeling seorang Ibu—yang notabene seorang cewek—itu gak bisa dianggap serius? 😦

Kemudian, adegan si Alessa dan temen2nya yang sok berani buat baca novel pas tengah malam menimbulkan petaka. Petaka no. 1: mimpi buruk berjamaah. Jelas dong, kalo temen2nya Alessa bakal menghakimi novel Nightmare, tapi ya ini kan ide kalian semua. Salah sendiri melanggar perintah.

Dan yang paling bikin Mochi sebel adalah, pas Indri bilang, “Ini bukan saatnya menyalahkan perbuatan kami, Sa.”

Hmm, tampaknya si Mbak Indri merasa bersalah tapi ditutup2in karena…

https://thefreakyteppy.files.wordpress.com/2017/12/meme36.png?w=341&h=249

Kemudian akhirnya si Indri dan temen2nya Alessa minta maaf dan langsung dimaafin sama si Alessa.

Image result for ok meme

Kadang gak ngerti aja, beberapa novel memiliki tokoh utama yang sifat pemaafnya kebangetan sehingga kalo temen atau musuhnya punya salah besar, terus mereka seenak jidat minta maaf, maka bakal dimaafin seenak jidat pula.

//mungkin karena saya memang orang yg bukan tipe oh-lu-udah-minta-maaf-jadi-kita-udah-oke-lagi-jadi-yuk-main-lagi jadi gk terlalu ngerti jalan pikiran orang yg sangat pemaaf.

Kemudian, Alessa dkk nanyain soal Elisa Palofaith ke seorang guru yang langsung hebohnya bilang, “Di…. dia?! Kok lu tau?!” gitu lah kira2. Yang kemudian malah bilang, “Gak, gue gk tau.” padahal jelas2 si Bapak tau siapa si Elisa.

Oke.

Lalu—mari kita mulai pake rumus time-skip karena jujur aja tangan mulai pegel—kejadian misterius lainnya mulai bermunculan. Salah satunya adalah menghilangnya Puput, yg ikutan baca novel pas tengah malem. Pada panik kan tuh, yang akhirnya pada pergi ke rumah Elisa Palofaith, yang mana kemudian si Ibu Elisa ini bilang kalo kutukan tanggal 13 Juni itu gara2 adeknya yang punya kekuatan sihir gara2 sempat belajar sihir di Prancis.

Hmmm, kenapa harus di Prancis? Kenapa gak di tempat lokal macam dukun gitu?

//kemudian teringat bahwa si Elisa dan Edison (si adek) asalnya dari luar negeri. Ohhh, ya pantes dong kalo pas itu si Edison belum kenal mbah dukun :3

Ya, pokoknya ada suatu alasan logis kenapa si Edison bikin kutukan itu.

Kemudian, anak2 yang tersisa (yg gk ngilang gara2 (ceritanya) diambil sama arwah Edison) pun pergi bareng Ibu Elisa buat mengalahkan arwah Edison dengan sihir.

Intinya nanti mereka menang dan cerita diakhiri tawa senang gara2 udah menang.

Kemudian, yg ingin Mochi tanyakan adalah…. kenapa alasan si Tante dan si Bapaknya Alessa tau siapa itu Ibu Elisa gak disampaikan dengan baik? Kenapa cuma dibilang: “Oh, kasus gue dulu terknal banget. Palingan mereka hanya lupa.”

Kenapa gak dijelaskan sebaik Anda menjelaskan alasan si Pak Guru, Mbak Penulis?

Hmmm…. oke.

Intinya—lagi—aku gk bisa mendeskripsikan novel ini sebagai sesuatu yg buruk banget. Imajinasi penulis udah lancar begini. Kejadian sebenarnya udah runtut, tapi alurnya masih kecepetan di beberapa bagian. Keliatan banget si penulis masih newbee (gk yakin sama penulisannya bener apa kagak) pas bikin cerita ini. Tapi untuk pemula, Mochi menganggap novel ini masuk ke taraf lumayan.

Score: 4.3/10

 

堕天使

Q: “Chi…. Chi…. wattpad belum lanjut2 sampe sekarang, Mou Ichido Ikiru dan Somehow belum dilanjut juga, projek novel juga udah berdebu, dan sekarang malah bikin cerbung baru. Tugas lu sebagai panitia di event Aksara apa kabar?”

A: “………..” //auto berkeringat //KABUR

________

Prolog

Dia berjalan di tengah keremangan malam. Kaki telanjangnya berkali-kali menjejak bumi dengan lembut, berlari kecil dengan langkah-langkah ringan. Gaun putihnya turut berdansa di udara kala dirinya berputar dengan satu kaki terangkat, sangat jelas dia berusaha mengikuti gerakan balet yang dia tonton di televisi tadi.

Jalanan yang tengah dia lewati itu sempit, sampah berserakan di mana-mana, menimbulkan aroma tak sedap. Beberapa pecahan beling yang menguarkan aroma alkohol turut menambah aroma tak sedap di jalanan itu. Namun dia tak peduli, terus berjalan dan berputar dengan satu kaki. Tanah yang dia injak sungguh tidak bersih, lumpur dan kotoran di mana-mana, mengotori kakinya yang berkulit seputih persik. Namun sekali lagi, dia tak peduli.

Setelah beberapa menit terus berjalan, akhirnya dia sampai di depan sebuah rumah kecil berpagar. Lampu rumah itu tidak menyala, rumput-rumput di halaman sudah tumbuh sangat panjang dan juga sangat kering, dan sebuah pohon beech yang kering kerontang tumbuh di tengah halaman. Namun dia tahu, bahwa orang itu ada di dalam rumah.

Kenapa dia bisa tahu?

Karena aura yang menguar dari rumah itu sangat pekat….

….benar, aura itu adalah….

….aura dosa yang telah lama dia kenal.

Dia menghirup napas sebelum membuka pintu pagar yang berkarat, lalu memantapkan hatinya sembari menyeberangi halaman. Dia nyaris menarik kembali tangannya saat hendak mengetuk pintu. Tengkuknya seketika terasa dingin, lalu memutuskan untuk mengetuk pintu.

Dia tidak perlu menunggu lama, karena pintu langsung menjeblak terbuka. Yang membukakan pintu adalah seorang laki-laki berambut hitam tebal yang kusut masai, kulitnya putih pucat, jangkung, dan matanya yang berwarna merah menyalang marah, menatapnya dengan pandangan murka. Laki-laki itu tampak limbung, lalu bersandar pada daun pintu sebelum kembali menenggak sebotol absinthe.

“Ahh, kamu lagi….” ujar laki-laki itu. “Ngapain ke sini? Bukannya sudah kularang ke sini lagi?”

Dia terdiam. Lalu menjawab dengan suara bergetar, “Saya hanya ingin mampir. Ah, Anda minum alkohol lagi.”

Laki-laki itu menatap botol kaca di tangannya, lalu tertawa meremehkan. “Aku takkan mati, walaupun ginjalku telah rusak.” Dia melambaikan tangan seolah sedang mengusir nyamuk.

Laki-laki itu menatapnya, kali ini lebih lama. Lalu segera menaruh botol absinthe di halaman depan dan segera mengangkat tangannya tinggi-tinggi. “Aku sudah tidak meminumnya lagi.”

Dia tersenyum kecil.

“Nah, sekarang katakan padaku, kenapa tiba-tiba kamu berkunjung, Luci?” laki-laki itu bertanya sembari menglurkan tangannya.

Review manga “Lion to Hanayome”.

Holaaaaa!! Kembali dengan Mochi di sore yang cerah iniii~~ //halah//

Sore ini, Mochi mau nge-review (plus nge-spoiler) manga Lion to Hanayome! Eh iya, Mochi lupa ngasih tau. Di blog ini, Mochi bakal lebih sering nge-spoiler isi cerita dengan terang2an ketimbang disembunyikan. HAHAHAHAHA //diinjek//

 

!WARNING SPOILER DAN PELETAKAN MEME YG MUNGKIN GK SESUAI!

https://mochisreview.wordpress.com/wp-content/uploads/2018/08/df501-ta_31-lion-to-hanayome.jpg

Source pict: hasil sungkem sama Mbah Gugel

Judul: Lion to Hanayome / The Lion and It’s Bride / The Lion and The Bride

Mangaka: Sakurano Mika

Genre: shoujo, romance, school life, NTR

Tipe: manga

Status: completed

Sinopsis: “Setelah neneknya—satu-satunya keluarganya sekarang—meninggal, kekasih Yua-chan, yang merupakan Sensei-nya sendiri, melamarnya. Setelah menikah dengan Ryo-sensei, Yua pun tinggal di rumahnya. Lalu akan jadi bagaimana hidupnya, setelah mengetahui bahwa Subaru—teman sekelasnya—sekarang adalah anak tirinya?!

__

Review dari Mochi:

Awal ketemu sama manga ini tuh, gara2 lagi main instagram. Biasa lah ya, di instagram suka ada orang yg ngasih rekomen manga seperti yg selama ini Mochi lakukan di CA. Awalnya aku slide tuh, gambar-gambarnya, terus tertarik baca. Kenapa awalnya Mochi tertarik baca? Karena gambarnya tuh keliatan lembut banget gitu.

Kemudian, Mochi pun baca.

And then, my reaction is…..

https://i0.wp.com/crankycoder.net/wp-content/uploads/2016/03/What-Meme-13.jpg

Karena:

  1. Ini shoujo
  2. Ini soal murid yang suka sama gurunya sendiri (which means, it’s kinda cliche)
  3. INI NTR TINGKAT LANJUT, WAHAI SODARA-SODARA SEKALIAN! *SCREAMS*

Serius, Mochi beneran gak nyangka ceritanya bakal kek gini. Di umur (kira2) 17 tahun, si cewek menikah sama gurunya. Ada surat resminya pula! //hmmm// Dan kemudian, perkenalan awal buat si Subaru (bukan si Subarong si tetangga sebelah) itu bener2 klise. Kenapa? Karena satu, dia digambarkan sebagai cowok dingin yang jarang tersenyum. Dua, dia kerja paruh waktu jadi model. Tiga, dia punya fans segedung. Hmm, image cowok yang kelewat sempurna kek gini tuh udah banyak amat. //kemudian teringat Shinji Mamoru (atau siapa lah itu, gue lupa nama) yang merupakan karakter cerbung saya sendiri yang berjudul “Koi Monogatari”. Dan si Mamoru itu cowok dengan fans segedung dan keahlian segudang yang berarti dia udah klise dari awal //kecuali fakta bahwa pacarnya seorang yandere//

Jadi, cerita dibuka dengan Yua bangun pagi, terus masak, makan, dan melakukan kegiatan yang biasa dilakukan ibu2 alias nyuci gitu lah. Ceritanya, neneknya Yua udah masuk rumah sakit, gk tau sakit apa, jadi di rumah tuh tinggal Yua doang. Terus, habis itu dia pun pergi ke sekolah. Pas turun, dia ketemu Ryo-sensei yang membawakan makanan gitu.

Mereka pun pergi ke sekolah bareng.

https://i0.wp.com/m.memegen.com/zfipck.jpg

Sejauh ini, cerita tampak baik2 aja. Tampaknya memperlihatkan sepasang kekasih yang back street gitu. Kemudian, cerita pun beralih ke temennya si Yua ngajak Yua buat nemenin dia nembak Subaru, yg entah disengaja atau tidak, sekelas dengan Yua. Terus temennya ditolak dengan (kalo boleh bilang) sedikit dihina. Hal itu membuat Yua marah dan muncul dari tempat sembunyi dia sambil bilang: “Kalo nolak cewek tuh sambil senyum, dong!”

Ya, gitu lah. Pokoknya selepas insiden itu, Yua marah beud sama si Subaru. Cerita dipercepat sampe ke bagian Yua nikah sama si Sensei. Habis nikah (iya, beneran nikah di kapel gitu), si Yua pindah ke rumah Sensei dan ketemu sama si Subaru.

Dari situ Mochi mulai ngerasa gini: “Oke, bentar lagi si Ibu bakal suka sama anak tirinya sendiri.”

Tapi melihat kelakuan si Ibu yg gk pekaan sama perasaan si anak, aku jadi bingung mau nge-ship siapa.

Tapi jujur aja, selama baca manga ini, aku menganggap kalo suami sah-nya si Ibu itu ya… si Sensei. Walaupun dia sama anak tirinya seumuran, aku gk bisa nganggap kalo si Ibu itu cocok sama si anak :((

https://i.ytimg.com/vi/ee925OTFBCA/maxresdefault.jpg

Maaf ya, Bu, jadi intinya saya nge-ship si Yua dengan Sensei :”(

Kemudian, hal makin memburuk //halah, bahasanya// setelah beberapa murid ngeliat si Yua dan Ryo-sensei pegangan tangan di sekolah. Gara2 ditanyain semacam “Heh, lu ngapain sama si Sensei? Lu berdua kenapa pegangan tangan? Lu ngapain? Jawab!”, si Yua panik, apalagi fakta bahwa dia udah nikah itu rahasia. Habis ngasih kode “Tolongin gue!” ke Subaru, si Subaru malah bilang: “Dia pacar aku, kok.”

https://i0.wp.com/mrwgifs.com/wp-content/uploads/2013/07/Not-Sure-If-Fry-Meme-Gif.gif

Maaf, Mas….. si Mas barusan bilang apa?

Setelah itu, keadaan jadi rada gimanaaa gitu, soalnya si Yua jadi dijauhin sama temen2nya. NAH, puncak (kalo bisa dibilang gitu) dari pas Subaru bilang kalo dia pacaran sama Yua adalah, gelang pemberian Sensei ilang. Habis ditolongin sama si Subaru, mereka pulang bareng.

NAH

NAHH

PAS PULANG BARENG ITU LAH, SI SUBARU NYIUM SI IBU TIRINYA SENDIRI

https://ih1.redbubble.net/image.538154319.3999/mp,550x550,matte,ffffff,t.3u2.jpg

THE HELL, MAS!!!

Kalo manga sebelah kisah ntr-nya soal…. si cowok suka sama gurunya tapi gk kesampean, jadi dia oke2 aja pas diajak ke mixer (sebutan buat group date) dan ketemu sama cewek terus ‘gitu’ sama si cewek dan ujug2 besoknya bapaknya ngasih tau kalo si cewek dan guru yg dia suka bakal jadi sodara tirinya…..

….maka manga Lion to Hanayome berkisah soal NTR antara sang anak dan sang ayah. IYA, SUBARU ITU ANAKNYA RYO-SENSEI. Dulu itu, Sensei punya mantan istri, terus cerai. Subaru ngikut sama Sensei, ceritanya.

Well, sebenarnya Mochi suka2 aja sama kisah NTR, tapi sumpah ini pertama kalinya gue ngerasa rada jijik gara2 ini soal NTR antara ayah dan anak.

Maksudnya, hellooooo, ini istri ayahmu kok mau kamu rebut? Kamu yakin mau ngejadiin bapakmu sendiri rival? Ya terus emang kenapa kalo umur ibu tirimu seumuran sama kamu?

HMMMMMMM.

https://s.kaskus.id/images/2014/10/19/4752889_20141019084854.jpg

Singkat cerita, si Yua akhirnya ketemu sama ibu kandungnya Subaru. Pokoknya ntar ada semacam konflik “Ini suamiku, bukan suamimu lagi.” Ya gitu lah, pokoknya. Kemudian, ntar si Yua nangis, terus dibawa ke Kamakura sama si Subaru. Di Kamakura, si Subaru bakal nembak ibu tirinya ini.

Bukan, bukan nembak “JDEEERRR” terus wassalam gitu. Bukan 😦

Tapi nembaknya itu nyatain perasaannya gitu.

https://i.kym-cdn.com/photos/images/newsfeed/001/053/259/ebd.jpg

HM. OK.

Nah, singkat ceritaa //singkat ae terus, min// ntar si Yua nyadar kalo dia suka sama Subaru. Dan ngasih tau kalo dia suka juga sama si Subaru (which means dia suka sama anak tirinya sendiri) itu rasanya kayak… terlalu dipaksa gitu? Perasaannya Mochi gk tergugah pas baca bagian ini, entah kenapa.

Tapi, terlepas dari kisah NTR yg tidak terlalu normal ini, sebenarnya Lion to Hanayome adalah manga yg bagus. Plot ceritanya runtut, rapi, dan dirasa tidak dipercepat biar ending. Penggalian tokohnya lumayan bagus, sebenarnya. Dan yg paling Mochi suka adalah, Sakurano-sensei berhasil menjaga raut wajah dan sifat2 para tokoh itu agar gk ngalor ngidul. Misal, si Subaru itu jarang senyum, ya udah, berarti sepanjang cerita dia bener2 jarang senyum. Dan Sakurano-sensei berhasil menjaga sifat2 tokohnya terkendali, and I love it!

Aku gk terlalu rekom manga ini buat kalian yg parno sama hubungan ibu tiri dengan anak tirinya. Tapi kalo kalian kuat, it’s ok to read it!

Score dari Mochi: 2.9/5

Test~~

Halo semuaa! Mochi di sinii!

Setelah beberapa minggu, Mochi pun memutuskan untuk membuat sebuah blog. Alasannya apa sih? Alasannya adalah…. karena aku ingin me-review lebih banyak film, manga, novel, lagu, atau mungkin saja tempat-tempat yang pernah Mochi kunjungi.

“Terus Chi, ntar kamu masih nge-review di Coretan.Anime gak?”

Ya pasti masih, dooongs! ( / > w < )/

Mochi pasti masih nge-review di Coretan.Anime. Mungkin lebih singkat ketimbang review-review aku di sini. Soalnya ya, caption di ig itu terbatas //nangis

Terus, Mochi juga berencana membuat cerpen di sini. Bisa jadi cerpen one-shot (satu chapter langsung tamat) atau bisa jadi cerbung (cerita bersambung).

Yah, apa pun yg akan Mochi tulis di blog ini, mohon bantuannya yaa!

よろしくお願いします!! ❤